Cari Kerja Makin Sulit, Profesi Ini Malah Panen Cuan

Sedang Trending 15 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Saat banyak pekerja kehilangan pekerjaan akibat gelombang PHK secara global, pekerjaan influencer justru jadi nan menjanjikan. Dunia digital membuka kesempatan baru bagi siapa saja untuk tetap cuan di masa sulit.

Profesi nan dulu kerap dianggap sebelah mata ini sekarang menjelma jadi primadona baru di bumi pemasaran global.

Lonjakan ini terjadi berkah keahlian mereka memengaruhi perilaku konsumen secara langsung lewat konten nan relatable. Bahkan, banyak dari mereka bukan selebritas, melainkan orang biasa nan viral di media sosial.

Contohnya Ashton Hall, seorang influencer kebugaran nan videonya menjadi viral setelah menunjukkan rutinitas pagi dengan mencelupkan kepala ke dalam air mineral dingin merek Saratoga.

Meski awalnya tidak bekerja sama dengan brand tersebut, tindakan Hall langsung mendongkrak pamor Saratoga. CEO Primo Brands, pemilik Saratoga, apalagi menyampaikan terima kasih dalam panggilan pendapatan perusahaan.

Fenomena ini bukan kasus satu-satunya. Sejumlah merek dunia seperti Coach, Dove, hingga Hellmann's sekarang menjadikan influencer sebagai ujung tombak pemasaran mereka.

TikTok menjadi ladang utama promosi, tempat tas Coach dengan hiasan ceri alias pretzel mendadak jadi tren Gen Z hingga mendorong lonjakan penjualan.

Menurut info Statista, industri pemasaran influencer dunia diperkirakan tumbuh 36% tahun ini hingga mencapai US$33 miliar (Rp540 triliun).

Deloitte mencatat, shopping merek terhadap konten pembuat naik 49% secara dunia tahun lalu, dengan seperempat anggaran media sosial dialokasikan unik untuk para influencer.

"Ekonomi pembuat justru melesat saat brand mulai menahan pengeluaran untuk iklan konvensional," kata Kenny Gold dari Deloitte Digital, dikutip dari Taipei Times, Selasa (24/6/2025).

Bahkan, Kate Scott-Dawkins dari WPP menyebut pendapatan iklan dari konten buatan pengguna tahun ini bakal melampaui konten profesional, sesuatu nan belum pernah terjadi sebelumnya.

Unilever pun ikut ke dalam tren ini. CEO Fernando Fernandez mengatakan, perusahaan bakal merekrut influencer 20 kali lebih banyak demi strategi pemasaran berbasis media sosial, lantaran konsumen sekarang semakin berprasangka dengan branding korporat. Raksasa produk konsumen itu juga meningkatkan porsi anggaran iklan di media sosial hingga 50%.

"Influencer sekarang bukan sekadar pelengkap, tapi jadi pusat strategi pemasaran," ujar Oliver Lewis, CEO agensi The Fifth nan baru diakuisisi Brave Bison.

Selain lebih irit daripada memasang iklan TV alias billboard, pendekatan influencer juga dinilai lebih fleksibel. Kampanye bisa diubah cepat, influencer bisa diganti, dan pesan bisa disesuaikan dengan respons audiens.

Namun, strategi ini bukan berfaedah bebas risiko. Adidas, misalnya, pernah putus hubungan dengan Kanye West akibat kontroversi nan viral di media sosial.

Kini, tren baru mulai muncul, ialah influencer buatan AI. Dengan kelebihan bisa dikendalikan penuh tanpa masalah di kemudian hari. Perusahaan sekarang mulai melirik AI untuk argumen keamanan merek.

Meski begitu, nilai individual dan keaslian dari influencer manusia tetap punya daya tarik kuat.

"Orang lebih percaya orang daripada merek," kata Rahul Titus dari Ogilvy.

Untuk saat ini, pertumbuhan influencer untuk marketing ini tetap belum jelas, bakal sejauh apa ke depannya.

"Apa nan dulunya dilihat sebagai sesuatu nan terpisah, sekarang berada di tengah-tengah," kata Lewis.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

Selengkapnya