Singapura Revisi Batas Usia Donor Darah Buntut Populasi Menua-stok Menipis

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Demi memperluas jumlah donor darah, otoritas kesehatan Singapura meningkatkan pemisah usia maksimum donor darah untuk pertama kalinya. Dari semula 60 menjadi 65 tahun, demikian pengumuman Menteri Kesehatan Ong Ye Kung pada Sabtu (28/6/2025). Kebijakan ini bakal mulai bertindak pada 1 Januari 2026.

Menurut Ong, langkah tersebut sejalan dengan meningkatnya nomor angan hidup serta kualitas kesehatan masyarakat lansia di Singapura. Ia menjelaskan info lokal justru menunjukkan akibat pengaruh samping dari donor darah condong menurun seiring bertambahnya usia.

"Tidak ada argumen kuat untuk menganggap bahwa setelah usia 60, akibat pengaruh samping donor darah tiba-tiba meningkat secara signifikan," ujar Ong dalam peringatan Hari Donor Darah Sedunia di Marina Bay Sands.

Saat ini, penduduk nan mau mendonorkan darah untuk pertama kali kudu berumur 60 tahun alias lebih muda. Sementara itu, nan sudah rutin donor dapat terus menyumbangkan darahnya hingga usia 65 tahun alias lebih, asalkan tetap memenuhi kriteria kesehatan.

Dengan adanya revisi kebijakan ini, masyarakat sehat berumur hingga 65 tahun dapat menjadi donor baru, menyamakan Singapura dengan negara-negara seperti Hong Kong, Taiwan, Irlandia, Belanda, Korea Selatan, dan Inggris.

Populasi Menua

Menteri Ong, nan juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Kebijakan Sosial, mengungkapkan Singapura menghadapi tantangan serius dalam menjaga kestabilan pasokan darah nasional.

"Populasi menua mendorong peningkatan permintaan terhadap produk darah, sementara jumlah donor nan memenuhi syarat semakin berkurang," jelasnya.

Jumlah donor baru tercatat menurun, semula lebih dari 20.000 orang pada 2013, sekarang hanya sekitar 18.000 pada 2024. Di sisi lain, kebutuhan darah justru terus meningkat. Pada 2024, lebih dari 35.000 pasien menerima transfusi darah, termasuk untuk operasi, pengobatan kanker, serta komplikasi saat persalinan.

"Setiap kantong darah nan disumbangkan bisa menyelamatkan hingga tiga nyawa," tegas Ong. Ia memperingatkan bahwa jika stok darah tidak mencukupi, beragam jasa medis krusial bisa tertunda, apalagi menakut-nakuti nyawa pasien.

Singapura juga kudu menghadapi perubahan musiman dalam suplai darah, terutama saat hari libur, musim perayaan, alias akhir pekan panjang, ketika banyak orang berjalan ke luar negeri. Pada awal 2024, misalnya, stok darah golongan O sempat turun ke tingkat kritis, hanya cukup untuk enam hari.

Namun, setelah Menteri Ong secara langsung mengimbau masyarakat untuk mendonor, stok darah sukses meningkat nyaris 2,3 kali lipat hanya dalam waktu seminggu. Hal ini menunjukkan masyarakat siap bergerak ketika dibutuhkan.

Di luar perubahan kebijakan, Menteri Ong juga berbagi cerita pribadinya. Ia mengaku tidak bisa donor darah selama bertahun-tahun lantaran pernah tinggal di Inggris pada 1980-an, saat terjadi pandemi penyakit sapi gila (vCJD), gangguan otak langka nan ditularkan melalui daging sapi terkontaminasi.

Namun kini, dengan pembaruan pedoman donor, Ong akhirnya dapat menyumbangkan darah melalui metode aferesis ialah proses saat hanya komponen darah tertentu, seperti plasma alias trombosit, nan diambil, sementara sisanya dikembalikan ke tubuh pendonor. Menurutnya, akibat penularan vCJD melalui metode ini sangat mini hingga dapat diabaikan.

Meskipun kebijakan dan sistem terus diperbarui, Ong menegaskan keberhasilan program donor darah nasional tetap berjuntai pada semangat gotong royong masyarakat.

"Mendonor itu memberi kebahagiaan," kata Ong.

"Mari kita teruskan misi krusial ini untuk memastikan pasokan darah Singapura tetap kondusif dan berkepanjangan untuk generasi nan bakal datang," tutupnya.


(naf/up)

Selengkapnya