Alasan Pedagang Di Toko Online Kena Pajak, Wamenkeu: Buat Pendataan

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu buka bunyi mengenai rencana pemerintah menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan peralatan oleh merchant nan berdagang melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Anggito mengatakan, kebijakan itu belum mempunyai landasan norma lantaran tetap dirancang pemerintah. Dengan demikian, dia belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh lantaran aturannya belum terbit.

"Jadi, nan pertama, itu kan kebijakannya belum diterbitkan ya, jadi tunggu dulu ya. Makanya saya belum bisa jawab lantaran itu belum dikeluarkan," kata Anggito saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Anggito menekankan kebijakan itu untuk menciptakan skema perpajakan nan setara antara para pelaku upaya nan berdagang secara konvensional alias offline, maupun secara daring alias online.

Melalui rancangan kebijakan itu, pemerintah mau memasukkan transaksi para pelaku upaya nan ada di marketplace alias e-commerce ke sistem perpajakan pemerintah. Selama ini, dia menyebut pemerintah belum bisa mencatat perpajakan di sektor digital alias elektronik.

"Jadi, intinya jika perdagangan itu kan melalui sistem elektronik dan non elektronik. Kalau non elektronik kan nggak ada masalah ya semua pakai tagihan sebagainya, terdata. nan PMSE ini kan belum ada datanya. Jadi kita menugaskan kepada platform untuk mendata, siapa saja nan melakukan perdagangan melalui PMSE ini," jelas Anggito.

Anggito menegaskan, kebijakan ini bukan peralatan baru lantaran sempat diterapkan pada 2018 silam. Saat itu, penerapannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce), namun dicabut dengan PMK No. 31/PMK.010/2019.

"Jadi, tidak ada perihal nan baru, tidak ada tarif pajak nan baru dan ketentuan mengenai tarifnya kelak bakal kita bakal sampaikan pada waktunya. Jadi sampai sekarang saya belum bisa sampaikan," papar Anggito.

Ia juga menekankan, dengan skema ini nantinya pemerintah tidak mengenakan pajak berganda bagi para pedagang online andaikan mereka melakukan perdagangan secara offline juga.

"Nggak begitu. Kita mau melakukan dua hal. Satu, pendataan. Kedua adalah perlakuan nan sama, nan mirip lah antara nan online sama offline," tutur Anggito.

Sebelumnya, berasas pemberitaan Reuters, pemerintah bakal mewajibkan platform e-commerce memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual. Kriteria pedagang nan dikenakan pajak adalah mereka nan mempunyai omzet antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

Simak juga Video: idEA ke Pemerintah: Tolong Perhatikan, E-Commerce Masih Penuh Tekanan

(aid/ara)

Selengkapnya